●•°˚˚°•♥•Ukhti... Luruskan Niatmu•♥•°˚˚°•●

 Matahari semakin menanjak. Membakar Madinah yang tetap riuh dengan beragam aktivitas didalamnya. Abu Hurairah memasuki pasar. Beliau menyaksikan orang-orang sibuk dengan urusan perdaganganya. Dia berdiri dan berseru, “alangkah dungunya kalian, wahai penduduk Madinah !”
“ketololan apa yang anda lihat dalam diri kami, wahai Abu Hurairah ? “
“ peninggalan Rasulullah telah dibagi-bagi. Eh kalian malah sibuk disini. Tidaklah kalian berkeinginan pergi untuk mengambil bagian kalian ?”
“ dibagikan dimana ?”
“ dimasjid “
Mereka segera bergegas kemasjid. Abu Hurairah menunggu kedatangan mereka. Ketika mereka datang wajah mereka masam. Mereka serta merta melemparkan protes, “tidak ada apa-apa dimasjid, tidak ada pembagian apa-apa !”
“ kalian tidak melihat orang-orang disana ?”
“ kami melihat tetapi tidak ada pembagian, kecuali orang sedang sholat dan mengkaji Al Qur’an, serta mendiskusikan halal haram, itu saja “
“ celakalah kalian ! itulah peninggalan Rasulullah.. “

•°˚˚°••°˚˚°• •°˚˚°••°˚˚°••°˚˚°••°˚˚°••°˚˚°••°˚˚°••°˚˚°••°˚˚°••°˚˚°••°˚˚°•
Sahabat fillah....
Kisah diatas sungguh menyindir kita. Terlebih jika melihat surutnya semangat belajar dikalangan umat. Kebanyakan orang lebih tertarik pada hal-hal kecil dan kurang membawa manfaat. Dunia entertaiment yang miskin pendidikan lebih memikat masyarakat daripada keseriusan membaca dan menelaah buku. Ngobrol dan ngegosip yang virusnya semakin dihembuskan TV, lebih dimina ti daripada mendiskusikan ilmu. Anak-anak sekolah lebih menikmati kongkow-kongkow daripada serius mengkaji suatu masalah. Mereka yang kuliah semakin dilanda pragmatisme hidup dan glamor hedonisme.

Dikampung-kampung kita menyaksikan gejala yang sama. Sekarang kita lebih kesulitan mencari-cari rumah dan masjid yang melantunkan ayat AlQur’an selepas maghrib. Kita juga kerepotan menemukan orangtua yang membimbing anak-anaknya belajarn begitu malam merambat. Sebagai gantinya kita banyak menemukan suara tv yang lebih keras dibanding azan dari pengeras suara mushola.

“janganlah engkau meremahkan suatu ilmu dalam bidang apa saja” demikian penuturan Imam Nawawi, yang menunjukan semangat generasi salafus saleh dalam menuntut ilmu. Kisah-kisah mereka sungguh luar biasa, menginspirasi, dan menggerakan pikiran kita untuk mengikutinya. Mereka memiliki tradisi belajar yang tinggi.

Merekam generasi salafus saleh dalam belajar. Sungguh motivasi yang melandasi mereka berakar dari semangat tauhid yang menghujam dalam. Mereka belajar karena mereka mengharap menjadi pribadi-pribadi yang unggul dan berakhlak serta bertakwa. Ketakwaan selalu bermuara pada amal saleh, dan amal saleh akan sempurna jika dilandasi dengan ilmu yan benar, dan ilmu hanya bisa dicapai melalui belajar.

“ lewat beberapa masa, aku menuntut ilmu dengan motivasi yang salah. Padahal, ilmu tidak mau dituntut kecuali karena Allah “ demikian Imam Al Ghazali telah mengingatkan kita. Sungguh yang kita perlukan saat ini adalah mengembalikan tradisi belajar yang telah menjadi fondasi peradaban islam itu kedalam hidup kita. Sebuah tradisi yang berangkat dari semangat kenabian.
Semoga kita tercatat sebagai bagian dari generasi lisana sidqin (lisan kejujuran). Wallahul Musta’an..
Semoga bermanfaat,
Salam santun ukhwah  •°˚˚°•

●•°˚˚°•♥•Ukhti... Luruskan Niatmu•♥•°˚˚°•●

 Matahari semakin menanjak. Membakar Madinah yang tetap riuh dengan beragam aktivitas didalamnya. Abu Hurairah memasuki pasar. Beliau menyaksikan orang-orang sibuk dengan urusan perdaganganya. Dia berdiri dan berseru, “alangkah dungunya kalian, wahai penduduk Madinah !”
“ketololan apa yang anda lihat dalam diri kami, wahai Abu Hurairah ? “
“ peninggalan Rasulullah telah dibagi-bagi. Eh kalian malah sibuk disini. Tidaklah kalian berkeinginan pergi untuk mengambil bagian kalian ?”
“ dibagikan dimana ?”
“ dimasjid “
Mereka segera bergegas kemasjid. Abu Hurairah menunggu kedatangan mereka. Ketika mereka datang wajah mereka masam. Mereka serta merta melemparkan protes, “tidak ada apa-apa dimasjid, tidak ada pembagian apa-apa !”
“ kalian tidak melihat orang-orang disana ?”
“ kami melihat tetapi tidak ada pembagian, kecuali orang sedang sholat dan mengkaji Al Qur’an, serta mendiskusikan halal haram, itu saja “
“ celakalah kalian ! itulah peninggalan Rasulullah.. “

•°˚˚°••°˚˚°• •°˚˚°••°˚˚°••°˚˚°••°˚˚°••°˚˚°••°˚˚°••°˚˚°••°˚˚°••°˚˚°••°˚˚°•
Sahabat fillah....
Kisah diatas sungguh menyindir kita. Terlebih jika melihat surutnya semangat belajar dikalangan umat. Kebanyakan orang lebih tertarik pada hal-hal kecil dan kurang membawa manfaat. Dunia entertaiment yang miskin pendidikan lebih memikat masyarakat daripada keseriusan membaca dan menelaah buku. Ngobrol dan ngegosip yang virusnya semakin dihembuskan TV, lebih dimina ti daripada mendiskusikan ilmu. Anak-anak sekolah lebih menikmati kongkow-kongkow daripada serius mengkaji suatu masalah. Mereka yang kuliah semakin dilanda pragmatisme hidup dan glamor hedonisme.

Dikampung-kampung kita menyaksikan gejala yang sama. Sekarang kita lebih kesulitan mencari-cari rumah dan masjid yang melantunkan ayat AlQur’an selepas maghrib. Kita juga kerepotan menemukan orangtua yang membimbing anak-anaknya belajarn begitu malam merambat. Sebagai gantinya kita banyak menemukan suara tv yang lebih keras dibanding azan dari pengeras suara mushola.

“janganlah engkau meremahkan suatu ilmu dalam bidang apa saja” demikian penuturan Imam Nawawi, yang menunjukan semangat generasi salafus saleh dalam menuntut ilmu. Kisah-kisah mereka sungguh luar biasa, menginspirasi, dan menggerakan pikiran kita untuk mengikutinya. Mereka memiliki tradisi belajar yang tinggi.

Merekam generasi salafus saleh dalam belajar. Sungguh motivasi yang melandasi mereka berakar dari semangat tauhid yang menghujam dalam. Mereka belajar karena mereka mengharap menjadi pribadi-pribadi yang unggul dan berakhlak serta bertakwa. Ketakwaan selalu bermuara pada amal saleh, dan amal saleh akan sempurna jika dilandasi dengan ilmu yan benar, dan ilmu hanya bisa dicapai melalui belajar.

“ lewat beberapa masa, aku menuntut ilmu dengan motivasi yang salah. Padahal, ilmu tidak mau dituntut kecuali karena Allah “ demikian Imam Al Ghazali telah mengingatkan kita. Sungguh yang kita perlukan saat ini adalah mengembalikan tradisi belajar yang telah menjadi fondasi peradaban islam itu kedalam hidup kita. Sebuah tradisi yang berangkat dari semangat kenabian.
Semoga kita tercatat sebagai bagian dari generasi lisana sidqin (lisan kejujuran). Wallahul Musta’an..
Semoga bermanfaat,
Salam santun ukhwah  •°˚˚°•